Minggu, 24 November 2013

Pelayanan Kesehatan dan Tantangan Perubahan Sosial


Sumber: Drs. Argyo Demartoto, M.Si

Pelayanan kesehatan sebagai dimensi stratifikasi
Penstratifikasian penduduk bukan hanya perbedaan peranan dibidang ekonomi tetapi kriteria lainnya adalah berdasarkan latar belakang pendidikan, pemilikan rumah, pemilikan alat transportasi, dan juga pelayanan kesehatan (Miller dan Roby, 1970). Pelayanan dibidang kesehatan merupakan salah satu dimensi stratifikasi yang tidak dapat dipengaruhi kaum kapitalis. Dalam kedokteran Amerika dikenal dua sistem kelas ( Kosa dkk,1969 ; Waiztkin, 1971). Orang berpenghasilan rendah yang sulit mendapatkan kesejahteraan dibidang kesehatan dan orang kaya akan dengan mudah mendapatkan pelayanan yang baik dan berkelas dibidang kesehatan.


Stratifikasi dalam sistem kesehatan
Terdapat tiga dasar stratifikasi dalam institusi kedokteran yaitu :
1.      PROFESIONALISME : ( Freidson, 1970a : 45 ) orang – orang yang terlatih dalam profesi tertentu, yang memiliki keahlian untuk menilai aspek–aspek teKnik kedokteran. Karena adanya otonomi ini maka dokter dapat mendominasi pembagian kerja dalam bidang kedokteran, wewenang tersebut dapat diperluas pada aspek–aspek social, ekonomi dari pelayanan kesehatan. Wewenang yang dimiliki dokter pada umumnya didasarkan atas pertimbangan rasional (Weber, 1964 : 324–429 )
2.      ELITISME : elitisme dibidang kedokteran membuat para dokter mengambil pendidikan spesialisasi, dan juga bekerja pada rumah sakit yang biasanya telah dipenuhi oleh tenaga ahli, sehingga rumah sakit yang seharusnya membutuhkan tenaga ahli malah tidak memperolehnya. Implikasi elitisme meluas sehingga akibatnya mereka cenderung bekerja untuk rumah sakit – rumah sakit besar. Dan sebaliknya bagi dokter – dokter yang tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan spesialisasi yang bekerja pada tempat yang jauh menyebabkan  kualitas pelayanan mereka buruk pada pasien.
3.      KETERBATASAN KOMUNIKASI DAN STRATIFIKASI MEDIS : ( stratifikasi dan penyembunyian informasi ) adanya jurang kompetensi merupakan suatu sumber stratifikasi dalam bidang kesehatan, ketidak tahuan pasien merupakan salah satu potensi pemerasan, Freidson mengatakan bahwa posisi khusus dokter akan terancam bila tindakan dan keputusannya harus jelas dan dibenarkan oleh pasien. Desakan untuk mempercayai merupakan cara agar pasien pasrah saja pada dokter, ini memungkinkan dokter mempertahankan bahwa merekalah yang berwenang dalam pengetahuan tersebut. Kemampuan dokter dalam mengotrol dan memanipulasi inilah yang bertentangan dengan hubungan dokter – pasien.

Ketidakpastian pasien dan kekuasaan dokter
Untuk menjelaskan dokter mempertahankan ketidakpastian pasiennya, perlu dipertimbangkan teori tentang sumber kekuasaan dokter : bahwa kemampuan dokter untuk mempertahankan kekuasannya terhadap pasien dalam hubungan dokter – pasien tergantung pada kemampuan dokter itu dalam mengontrol ketidakpastian pasien. Dalam suatu pembahasan tentang fungsi sosial dari ketidaktahuan, Moore dan Tumin mengemukakan bahwa ketidaktahuan konsumen terhadap suatu pelayanan khusus dapat membantu melindungi posisi dari pemberi pelayanan. Implikasi disini adalah bahwa posisi spesialis mungkin dalam bahaya bila pasien menjadi dokter (Moore dan Tumin, 1949 : 789).

Penyuluhan pada orang lain dalam keadaan terpaksa
Mengingat stratifikasi medis ada kaitannya dengan ketidaktahuan, maka perubahan dalam sistem kesehatan memerlukan perubahan dalam penyampaian informasi. Proses penyampaian informasi haruslah dilakukan jujur, terperinci, dan berorientasi manusiawi sangatlah penting pada penyuluhan, karena pasien biasanya jarang meminta informasi terperinci dari dokter dan mereka jarang meminta dokter untuk melakukan sesuatu, serta jarang menyatakan sesuatu agar diperhatikan dokter (Cartwright, 1957 : 223). Freire membahasnya dalam konteks penyuluhan didunia ketiga sebagai berikut : “masalah yang dihadapi dalam penyuluhan atau pendidikan adalah mengatasi dominasi pada manusia agar terdapat emansipasi, masalah yang dihadapi dalam penyuluhan bukan, dan tidak dapat dilakukan dengan paksaan (1970 : 74, 128) ”.

Peran pendidik kesehatan terhadap perubahan perilaku
Menurut Blum (1974), perilaku itu lebih besar perannya dalam menentukan pemanfaatan sarana kesehatan, dibandingkan dengan penyediaan sarana kesehatan itu sendiri. Pengalaman menunujukan bahwa penyediaan dan penambahan sarana pelayanan tidaklah selalu diikuti oleh peningkatan pemanfaatan sarana sarana tersebut. Misalnya, beberapa studi menunjukan bahwa puskesmas dan posyandu di daerah daerah tertentu tidaklah dimanfaatkan secara optimal (ministry of health, 1987; rasyid, dkk, 1988; sitohang & adi, 1989). Oleh karena itu jika kita menginginkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka kita harus bersedia dan mampu mengubah perilaku masyarakat.

Perubahan sosial yang terjadi
Berdasarkan lingkungan eksternal yang berubah menuntut perubahan mind-set tenaga
kesehatan yaitu :
1.      Globalisasi dan teknologi manusia,
2.      Keadaan hiperkompetitif, terutama di perkotaan,
3.      Enam belas juta warga Indonesia berstandar sama dengan kelas atas penduduk Singapura,
4.      Pemain asing yang efisien, reputasi tinggi, berpengalaman, dan dipersepsi excellent,
5.      Konsumen makin cerdas dan tercerahkan, serta
6.      Tuntutan dokter lebih bisa diakses, terutama oleh menengah ke bawah.
Pengertian perubahan sosial menurut beberapa tokoh diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Selo Soemarjan.
Perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantaranya kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2.      Kingsley Davis. Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
3.      Gillin. Perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideology, maupun karena penemuan-penemuan baru dalamasyarakat.

Proses-proses pada perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri-ciri tertentu antalain:
*        Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakamengalami perubahan yang terjadi secara lambat ataupun cepat.
*        Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan- perubahan pada lembaga sosial lainnya.
*        Perubahan-perubahan sosial secara cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada dalam proses penyesuaian diri.
*        Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spirit saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.

Secara tipologi perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai :
*      Suatu proses sosial, baik yang terkait dengan struktur maupun personil.
*      Segmentasi, yaitu ketika ada pemisahan dalam struktur dan/atau perbedaan kuali dari setiap unit.
*      Perubahan struktur dapat terjadi pada perubahan struktur kelompok. Misalnya komposisi dan hubungan antar kelompok.
Sumber dari sebab-sebab perubahan sosial terletak di dalam dan luar masyarakat. Sebab-sebab yang bersumber dari dalam masyarakat antara lain bertambah atau berkurangnya penduduk, adanya penemuan-penemuan baru yang ada dalam masyarakat, adanya pertentangan (konflik) masyarakat yang mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan, serta terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat antara lain yang berasal dari lingkungalam fisik yang ada di sekitar manusia, peperangan, dan  pengaruh kebudayaan masyarakat dan lain-lain.

Referensi:
Sarwono, Solita. 1997. Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar